Sunday, 10 April 2016

Membangun Kepercayaan Diri Lewat Iman

Nats : Ibrani 11:1

Dalam sebuah konseling dengan anak saya, ada fakta tersirat bahwa anak saya punya kecenderungan takut pada pelajaran matematika. Menurut anak saya, pelajaran itu membuatnya pusing dan takut sehingga dalam beberapa kesempatan nilai matematikanya jadi buruk. Apalagi guru yang mengajar juga dianggap terlampau cepat menerangkan pelajaran itu sehingga membuatnya kesulitan dalam mengatasi pelajaran itu.

“Pokoknya, aku nggak mau belajar matematika! Pelajarannya menyebalkan,” begitu celoteh anak saya yang pertama sambil bersungut-sungut.


Saya coba jelaskan bahwa dia akan terus menghadapi pelajaran itu sampai SMA nanti, bahkan setelah dia duduk di bangku perguruan tinggi dan dalam kehidupan nyata pun, dia akan menghadapi persoalan yang sama. Namun anak saya tetap bersungut-sungut dan ogah untuk belajar. Dia seperti tak mau menerima pelajaran itu.

Karena saya merasa jalan sudah buntu, saya hanya mengajaknya berdoa, sebelum akhirnya dia kembali mau belajar dan berani menghadapi masalahnya bersama Tuhan. Hasilnya, perlahan namun pasti nilai pelajaran matematikanya merangkak naik.

Apa yang dialami oleh anak saya itu, terkadang juga saya dan pembaca hadapi sebagai seorang dewasa. Bahkan seorang yang sudah bergerak melayani Tuhan pun tak lepas dari masalah ketakutan, kecemasan dan keragu-raguan dalam menghadapi sebuah persoalan.

Lihat saja bagaimana Musa yang takut ketika Tuhan menyuruhnya menghadap Firaun demi kebebasan bangsa Israel. Musa berkelit dia tak mampu berkata-kata sehingga dirinya tidak layak dipakai Tuhan membebaskan Israel dari penjajahan Mesir (Lihat Keluaran 3 : 11).

Tak hanya Musa, Yeremia pun mengalami apa yang dinamakan sebagai rasa takut. Ketika Tuhan memanggilnya (Yeremia 1 : 6), Yeremia berusaha menolak dengan mengatakan dirinya tidak layak karena dia bukan orang yang pandai bicara.

Tapi apa yang terjadi kemudian dengan Musa dan Yeremia, mereka ternyata dipakai Tuhan secara luar biasa. Mereka bisa memimpin umat Israel walau ada banyak rintangan mengadang mereka, tapi toh dengan iman mereka yang besar kepada Tuhan semua persoalan dapat teratasi.

Mengacu pada dua tokoh di atas, kita bias menyaksikan bahwa lemahnya kita menghadapi persoalan ini menandakan betapa rapuh kepercayaan kita kepada Tuhan. Baru ada persoalan sedikit, kita langsung bersungut, marah dan bahkan menyalahkan Tuhan yang tak mau bekerja dalam tugas dan pelayanan kita.

Disengaja atau tidak, terkadang apa yang kita lakukan itu sama seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel seperti yang tertuang dalam kitab Bilangan pasal 13 dan 14. Bangsa Israel malah bersungut-sungut karena tidak percaya bahwa Tuhan Allah Israel mampu membawa mereka masuk ke Tanah Kanaan. Mereka bahkan menyalahkan Tuhan yang telah membebaskan mereka dari Tanah Mesir menuju Tanah Perjanjian.

Ketika mereka melihat kenyataan bahwa bangsa yang mendiami Tanah Kanaan adalah bangsa raksasa yang lebih tinggi dan kuat dari mereka, nyali mereka jadi ciut. Kalau melihat fisik musuh mereka, bangsa Israel pasti langsung berpikir tak akan sanggup menaklukkan musuhnya.

Mereka tidak pernah melihat bahwa Allah yang mereka sembah selama ini telah memberikan banyak mukjizat dalam kehidupan mereka. Tulah-tulah bagi bangsa Mesir, Musa membelah Laut Merah, pengiriman Manna setiap hari dan banyak lagi mukjizat Tuhan lain tak lagi mereka pandang. Padahal secara logika, kalau Tuhan mampu melakukan banyak mukjizat seperti itu, Tuhan pasti sanggup memberikan Tanah Kanaan kepada bangsa itu.

Akibatnya, Tanah Kanaan yang sebenarnya sudah berada di depan mata, jadi semakin jauh dari pandangan bangsa Israel. Bahkan mereka sampai harus berkeliling di padang gurun selama 40 tahun lamanya hanya karena kekurangpercayaan mereka.

Bangsa Israel dan kita (sebagai Israel baru) juga terkadang lupa bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah Yang Mahakuasa. Allah yang berkuasa atas langit dan bumi, Allah pemilik alam semesta. Kalau diri dan nyawaNya saja Dia berikan bagi kita, apalagi barang-barang yang sifatnya fana. Apalagi hanya menuntaskan masalah kita yang hanya sepele di mata Tuhan.

Yang dituntut Tuhan dari kita hanyalah kita memiliki iman seperti yang tertulis dalam Kitab Ibrani 11:1. Bahwa iman adalah segala sesuatu yang kita harapkan dan merupakan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Dengan iman, Tuhan bilang kita bisa memindahkan gunung masalah dan ketakutan kita. Sebab Tuhan bukanlah manusia, Dia bisa menciptakan yang tidak ada menjadi ada. Yang mustahil menjadi mungkin.

Jadi masihkah kita harus takut menghadapi masalah kita? Sungguh heran kalau kita terus-menerus mengajarkan pada anak kita jangan bersungut-sungut, jangan takut menghadapi masalah, tapi kita sendiri masih bersungut-sungut dan takut menghadapi masalah.  Ayo bangkitkan iman kita bahwa Allah sanggup menopang segala masalah kita. Tuhan Yesus Memberkati.(TW)

No comments: