Nats : Yoh 6 : 1-15
Suatu kali seorang kawan bercerita bagaimana dua orang anaknya begitu sulit untuk berbagi. “Setiap hari anak-anak saya kerap ribut soal banyak hal. Kakaknya tidak mau mengalah, demikian juga sebaliknya. Dari sekadar makanan, sampai soal mainan. Sehingga isteri saya biasanya kesulitan membujuk keduanya kalau sudah bertengkar,” kata kawan saya itu.
Persoalan ini sebenarnya memang bukan hanya monopoli kawan saya itu saja. Karena masalah ini hampir dihadapi oleh sejumlah orang tua di era globalisasi ini. Keengganan berbagi antar anak-anak sudah menjadi sebuah rahasia umum dan jadi salah satu kesulitan orang tua dalam mendidik anaknya.
Tapi kalau mau jujur ini bukan Cuma terjadi di kalangan anak-anak, ternyata kenyataan ini juga terkadang terjadi di lingkungan orang dewasa. Kesulitan itu diperparah karena dunia kita saat ini terus mengajarkan keegoisan melalui siaran televisi. Sinetron, film maupun iklan yang tersaji di layar kaca cenderung membuat kita kesulitan untuk berbagi.
Ada saja alasannya yang muncul ketika orang tidak mau berbagi. “Nanti saya kurang” atau “Saya saja belum kenyang!” atau “Mereka juga nggak mau berbagi dengan kita!”
Sebagai orang tua, kita seharus menanamkan nilai-nilai berbagi sebagai sebuah kesadaran yang alami dan tanpa paksaan. Kita harus memberikan penjelasan bahwa berbagi itu harus dilakukan sebagai sesama manusia karena Tuhan memang menginginkan kita saling berbagi.
Kitab Ibrani 13: 1-2 menyatakan bahwa setiap kita diajar untuk memelihara kasih persaudaraan, memberi tumpangan kepada orang lain, dan seterusnya. Artinya kita diajarkan bahwa hidup itu tidak berorientasi kepada diri lagi, tetapi memiliki semangat berbagi dengan orang lain.
Beberapa contoh kisah menyentuh bisa kita lihat dalam Yoh 6 : 1-15. Dalam kisah ini, Tuhan Yesus sebagai tokoh utama mengajarkan bagaimana berbagi itu tak ada kaitannya dengan masalah “cukup atau tidak cukup”. Sebenarnya pelayanan yang dilakukan Yesus dan murid-muridNya pun kerap dihadapkan pada masalah cukup atau tidak cukup tadi, tapi toh mereka masih tetap mau memberi.
Maka memang masalah berbagi itu hanya merupakan bentuk rasa syukur kita kepada Tuhan saja. Sebab kalau kita selalu berpikir dengan logika (hitung-hitungan) kita tak akan pernah untuk mulai berbagi dengan orang lain. Sebab tanpa kita bersyukur bahwa Tuhan memelihara kita lebih dari orang-orang miskin atau anak-anak panti asuhan yang ada di panti-panti, kita tak akan bias berbagi. Selalu saja kita akan merasa kekurangan terus.
Itu juga yang mungkin dihadapi oleh murid-murid Yesus ketika membagi lima roti dan dua ikan kepada 5000 orang? Kalau mereka pakai akal sehat, sampai kapan pun mereka pasti akan menentang Yesus membagikan makanan yang sedikit itu pada orang lain. Tapi berkat kepercayaan mereka pada Yesus, mereka sanggup untuk berbagi dan nyatanya mereka tak kekurangan.
Maka mulai sekarang belajarlah berbagi. Kita berbagi bukan karena kita kelebihan, tapi kita berbagi karena kita mau mengasihi sesama kita seperti yang diperintahkan Tuhan. Tuhan Yesus Memberkati! (TW)
No comments:
Post a Comment