Nats : Roma 8:14
Dalam sebuah hubungan keluarga, seorang anak biasanya diajarkan untuk taat dan patuh terhadap orang tuanya. Seorang anak harus selalu menjaga nama baik orang tuanya dimana pun dia berada dan apa pun yang dia lakukan.
Ada banyak sekali Firman Tuhan yang memerintahkan mengenai kepatuhan anak terhadap orang tuanya.
Seperti kitab Amsal 10 : 1 yang berbunyi, “Anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada ayahnya, tetapi anak yang bebal adalah kedukaan bagi ibunya.”
Ayat tersebut ingin menggambarkan betapa kecewanya orang tua ketika anak-anaknya tidak mau menuruti perintah ataupun ajaran dari mereka. Betapa sedihnya orang tua sehingga penulis Amsal mengibaratkan “kedurhakaan anak” sebagai duka yang tak terobati bagi para orang tua.
Lalu bagaimana hubungan kita dengan Allah? Bukankah kita sering disebut sebagai anak-anak Allah?
Sejak awal penciptaan manusia, sebenarnya Allah sudah menawarkan kesempatan kepada kita untuk menjadi anak-anak-Nya. Hal ini jelas tertulis dalam Alkitab: Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia. (1 Yohanes 3:1).
Sebagai anak-anak Allah yang diutus ke dalam dunia, Tuhan tidak ingin kita menjadi sama dengan dunia dan akhirnya justru merusak nama baik Bapa kita. Tuhan mengutus kita ke dalam dunia itu agar kita mengenalkan Bapa kita kepada dunia, membawa pengaruh yang baik bagi dunia supaya melalui kita, orang yang tidak percaya dapat menjadi percaya kepadaNya.
Namun yang sering kita lakukan terkadang malah sebaliknya. Kita begitu sering mendukakan hati Tuhan melalui perbuatan-perbuatan kita. Sebagai anak, kita malah lebih mendengar bisikan si jahat, dibandingkan mendengar perintahNya.
Yang jadi pertanyaan, mungkinkah kita bisa terus menjaga predikat kita sebagai anak-anak Allah?
Peluang untuk menjaga agar predikat anak Allah itu tidak lepas dari diri kita akan selalu ada. Namun ada beberapa syarat yang harus kita lakukan agar kita bisa tetap menjadi anak Allah di tengah-tengah dunia ini.
Syarat pertama agar kita tetap menjadi anak Allah adalah kita harus belajar terus peka dengan apa yang Roh Kudus perintahkan kepada kita. Misalkan, ketika kita ingin mengambil sesuatu yang bukan merupakan milik kita, biasanya Roh Kudus akan memberikan peringatan dalam hati kita agar tidak melakukan itu. Namun kita harus ingat bahwa manusia diberi kehendak bebas (freewill) oleh dalam hidupnya, sehingga dia bisa saja mengabaikan apa yang Roh Kudus larang.
Karena Alkitab sendiri sudah mengatakan bahwa roh memang penurut tapi daging lemah, sehingga kita terkadang memang tidak lagi peka dengan perintah Roh Kudus itu.
Syarat kedua adalah kita mau menyerahkan diri kita untuk terus dipimpin oleh Roh Kudus agar kita terhindar dari hal-hal yang tidak dikehendaki Allah. Yang dimaksud hidup dalam pimpinan Roh adalah semua tingkah laku kita jadi disiplin dan mau diatur oleh Roh. Alkitab mencatat hidup oleh Roh berarti sesuatu yang telah ada dalam diri kita sebagai orang yang telah diselamatkan, sedangkan hidup yang dipimpin Roh lebih menekankan kepada sesuatu yang harus diraih dengan cara belajar untuk melakukannya.
Sebagai orang yang telah beroleh keselamatan, kita diminta untuk menghasilkan buah-buah dari keselamatan yang telah kita terima, buah itu tidak langsung ada dalam diri kita tetapi harus diraih melalui proses pembelajaran.
Billy Graham mengatakan bahwa ”Keselamatan itu gratis, tetapi untuk menjadi murid ada harga yang dituntut, yakni segala sesuatu yang anda miliki”. Ketika kita belajar untuk hidup dalam pimpinan Roh artinya kita harus berani mengorbankan apa yang kita sukai untuk Tuhan.
Orang yang hidup oleh Roh akan mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidupnya, dan orang yang hidup dipimpin Roh akan taat untuk melakukan kehendak Tuhan dalam hidupnya. Jadi ketika kita beroleh anugerah keselamatan, kita juga memiliki tanggung jawab menghasilkan buah dalam kehidupan kita. Tuhan Yesus Memberkati. (Samuel HP)
No comments:
Post a Comment