Saturday 2 April 2016

Waktu untuk Anak

Nats : Markus 10 : 13-16



Kalau setiap orang tua ditanya apakah mereka sudah memberikan yang terbaik untuk anaknya, tentu kita akan menjawab pastilah kita sudah berikan yang terbaik buat anak kita. Kita sudah memberikan segala keperluan baik itu pendidikan, makanan atau bahkan rekreasi kepada anak kita.

Tapi tunggu dulu, jangan buru-buru menjawab apakah kita sudah kasih yang terbaik kepada anak-anak kita. Coba kita simak dulu sebuah ilustrasi di bawah ini, mungkin kita bisa tersadar apakah kita sudah memberikan yang terbaik buak anak-anak kita.

 
Suatu malam seorang anak bertanya pada ayahnya, “Ayah, sehari Ayah bekerja berapa jam?”

“Ayah bekerja selama 12 jam, Nak. Memang ada apa?” tanya sang ayah penasaran.

“Ah, tidak. Sehari Ayah digaji berapa sih?” tanya si kecil polos.

“Dalam sehari ayah digaji Rp 600 ribu. Ah sudahlah, Ayah sibuk, kamu main lagi ya!” kata si ayah

Tiga hari kemudian si anak kembali bertanya. “Yah, kalau sehari ayag bekerja 12 jam dan dalam sehari ayah dibayar Rp 600 ribu, berarti dalam sejam Ayah dibayar Rp 50.000."

“Anak pintar, ya begitulah. Per jam ayah dibayar Rp 50.000. Itu semua untuk bayar sekolahmu, makanmu, beli bajumu dan lain-lain,” kata sang ayah.

“Wah, mahal banget harga jam kerja Ayah,” celetuk si anak.

“Kamu kenapa sih dari tiga hari lalu tanya-tanya terus. Mending kamu main sana, jangan ganggu Ayah, ya!” kata sang ayah dan kembali dia sibuk dengan laptopnya. Dan si anak pun pergi tidur.

Di malam keempat si anak kembali bertanya, “Yah, kalau per jam Ayah dibayar kurang dari Rp 50.000, bisa nggak?"

“Ya tidak bisa, Sayang. Tarif ayah ya Rp 50.000 per jam,” kata ayahnya.

“Yah, aku boleh pinjam Rp 10.000 dari Ayah!” kata si kecil lugu.

“Sekarang sudah malam, kamu mau beli apa? Besok Ayah beliin, sekarang tidur saja! Ayah sibuk menyelesaikan pekerjaan dulu,” bujuk ayahnya.

“Gak bisa, aku butuh Rp 10.000 sekarang. Pokoknya aku mau pinjam, besok aku ganti!” rengek sang anak.

“Besok saja! Kalau ayah bilang besok, ya besok!” kata ayahnya kesal.

Si anak cuma merengek dan berjalan masuk ke kamarnya dengan sangat sedih. Di dalam kamar dia hanya menangis terus meski ibunya sudah membujuk. Akhirnya sang ibu membujuk suaminya untuk masuk menemui anak semata wayang mereka.

Saat masuk ke kamar, sang ayah melihat anaknya menangis dengan sangat sedih. Karena iba, si ayah kemudian menyodorkan uang Rp 10.000 pada anaknya. “Ini, sudah jangan menangis lagi!” kata si ayah.

Anak itu tampak senang. Kemudian dia meminta ayahnya menunggu di tempat tidurnya. Dan dia lari  ke lemarinya. Tak lama dia sudah datang lagi sambil memberikan uang sebanyak Rp 50.000 pada ayahnya. “Ini buat Ayah!” kata si anak.

Si ayah bingung. “Loh, kok buat ayah?”

“Iya aku mau bayar satu jam kerja Ayah, biar bisa temani aku tidur! Karena Ayah jarang sekali mau nemani aku tidur!” kata si anak dengan ceria.

Cerita di atas mungkin bagi sebagian orang adalah hal yang sepele, namun tidak bagi seorang anak yang butuh kasih sayang dari orang tuanya. Bagi mereka asalkan bisa mendapatkan apa yang mereka harapkan, anak bersedia untuk lakukan apa pun demi tujuan itu.

Namun orang tua terkadang merasa sudah memberikan yang terbaik buat anaknya, tapi wujudnya hanya berupa materi, bukan kasih sayang sesungguhnya yang dibutuhkan anak. Orang tua selalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga banyak orang tua yang tak punya waktu dengan anaknya.

Mereka lebih senang menyerahkan pendidikan anaknya pada orang lain. Pada baby sitter, pada guru sekolah atau guru-guru sekolah minggu ketika di gereja. Jarang orang tua mengambil peran lebih dari itu.

Padahal sebagai seorang pengikut Yesus Kristus, kita pasti tahu bagaimana Yesus menjadi teladan kita umtuk memperhatikan anak-anak seperti yang tertuang dalam Markus 10 : 13-16 yang menjadi bahan bacaan kita.

Dalam ayat tersebut dijelaskan bagaimana Yesus yang “super sibuk” melayani ribuan orang yang berkeluh kesah kepadaNya, tetap mau mengasihi dan memeluk anak-anak yang datang padaNya. Bahkan Dia memarahi para murid yang mengusir anak-anak untuk datang kepadaNya. Sebab Yesus sendiri mengingatkan kita bahwa anak-anak adalah para pewaris Kerajaan Surga.

Lalu bagaimana dengan kita? Kita terkadang menjadikan anak sebagai prioritas ke sekian, setelah harta, pekerjaan atau bisnis kita. Bahkan di kehidupan bergereja juga, pelayanan anak bukan lagi merupakan sebuah prioritas. Pelayanan anak bahkan dijadikan sebagai pelayanan “anak tiri” bagi gereja-gereja, padahal Yesus sendiri bilang bahwa yang kita layani itu sebenarnya adalah pewaris Kerajaan Surga.

Jadi mulai sekarang berilah waktu yang terbaik buat anak-anak kita. Tuhan Yesus Memberkati!(TW)

No comments: