Saturday 26 March 2016

Belajar dari Kejatuhan Adam

Nats : Kejadian 3 : 1-21

Bicara soal dosa asal manusia, pandangan kita tak akan pernah terlepas dari kisah kejatuhan Adam dan Hawa dalam dosa pertama di Taman Eden. Ada banyak Teolog dan ahli-ahli sejarah teologia yang menyatakan kalau saja Adam dan Hawa tidak pernah jatuh dalam dosa, tentu manusia tak akan menjadi “hamba dosa” seperti saat ini.


Namun kita tak akan panjang lebar membahas perdebatan ini, kita justru melihat bahwa meskipun manusia telah jatuh dalam dosa, tapi Allah yang kita sembah dalam Yesus Kristus, ternyata sangatlah menyayangi kita sebagai manusia. Maka pelan-pelan kita akan membeberkan bagaimana kasih sayang Allah pada kita melalui kisah ini. 

Kalau kita bicara soal manusia pertama yang bernama Adam, kita tentu akan mencari tahu dari etimologi atau arti dari kata Adam. Alkitab memang tak pernah secara langsung menjelaskan arti Adam secara tekstual, hanya saja jika kita melihat dari cara penciptaan Adam oleh Tuhan melalui debu tanah, ada kemungkinan nama Adam untuk mengingatkan kita bahwa manusia dibentuk dari adamah (bahasa Ibrani) yang berarti tanah. Argumentasi ini, akan kita lihat kaitannya kemudian setelah kejatuhan Adam dan Hawa dalam dosa.

Kisah kejatuhan manusia dalam dosa sendiri dimulai dengan penjabaran Alkitab mengenai gambaran iblis dalam wujud ular. Dalam Alkitab terjemahan LAI, ular dikatakan sebagai binatang yang paling cerdik. Namun kalau kita melihat dalam bahasa Ibraninya, ternyata kata “cerdik” yang dimaksudkan berasal dari kata aruwn yang tak hanya berarti “cerdik”, tetapi juga bisa diartikan “licik”.

Melalui kelicikannya, si ular berusaha memperdaya Hawa dengan tipu muslihatnya. Dia merayu Hawa untuk makan buah pengetahuan baik dan buruk meskipun Hawa paham benar bahwa Tuhan telah menegaskan untuk tidak makan buah itu karena dia akan mati (Ibrani : muwth).

Iblis tahu benar bahwa “mati” yang akan diterima manusia bukan mati secara harafiah dan badaniah, tapi mati di sini identik dengan kematian hubungan antara manusia secara roh dengan Sang Pencipta. Maka kemudian iblis berusaha menelanjangi manusia di hadapan Allah. (Lihat Kej 3 : 1-7).

Maka ketika manusia makan buah itu, manusia tak benar-benar mati, hanya hubungannya dengan Allah jadi rusak. Maka ketika Allah memanggil-manggil manusia, manusia kemudian berusaha menghindari-Nya dengan cara bersembunyi. Alasannya Adam dan Hawa malu karena mereka telanjang (ay-rom/eryom atau ada juga yang menyembutnya aruwnmim dalam bahasa Ibrani).

Dalam beberapa tafsir yang sempat saya baca, seperti ada permainan kata-kata antara aruwn (licik) dan ay-rom (telanjang). Maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa memang kerja si licik adalah ingin “menelanjangi” manusia di mata Tuhan, penciptanya.

Berdasarkan  uraian tersebut, kita bisa melihat keberhasilan iblis dalam “menelanjangi” manusia di mata Tuhan, karena kemudian Adam dan Hawa mengeluarkan jurus-jurus pamungkas yang biasa dilakukan manusia yakni mencari “kambing hitam” atas semua kesalahannya (Lihat ayat 12-13).

Di sinilah, Allah kemudian menunjukkan murka-Nya terhadap sikap manusia ini. Namun yang menarik, Dia ternyata tidak mengutuk manusia sebagai pembuat kesalahan, tapi Dia hanya mengutuk adamah (tanah) yang merupakan sumber kehidupan manusia. Dengan mengutuk tanah, maka manusia Adam (lelaki) harus bekerja keras untuk mengolah tanah dalam hidupnya. Sementara perempuannya akan menderita saat persalinan (Lihat ayat 17 – 19).

Di samping mengutuk tanah, Allah juga kemudian mengadakan permusuhan antara manusia dengan si ular. Maka sejak saat itu, ular yang merupakan penjelmaan dari iblis menjadi “musuh abadi” dari manusia. Mungkin itu sebabnya, kaum Yahudi menamai iblis sebagai satan yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “musuh” tadi.

Sebagai bentuk permusuhan itu, Allah juga kemudian mengutuki si ular dengan mengatakan bahwa si ular akan berjalan dengan perutnya dan (ini yang menarik) debu tanah (adamah) menjadi makanan si ular (Lihat ayat 14).
Secara nyata memang ular harus memakan debu tanah saat dia berjalan, tapi sebenarnya kalau kita telusuri lagi, kita bisa melihat ada arti tersembunyi dari pernyataan Allah ini. Debu tanah atau adamah bisa saja kita artikan sebagai keturunan Adam tadi.

Namun yang lebih menarik betapa kita bisa melihat cinta Tuhan kepada manusia yang sudah “ditelanjangi” iblis tadi. Dia kemudian mengambil inisiatif untuk menutupi “ketelanjangan” manusia dengan cara membuatkan pakaian kulit binatang setelah terlebih dahulu melakukan “pengorbanan pertama” bagi manusia.

Hanya saja Tuhan merasa bahwa penghapusan dosa melalui “pengorbanan binatang” belumlah sempurna, karena itu kemudian Allah merancang “pengorbanan sempurna” melalui kematian Yesus Kristus di atas kayu salib.
Kematian Yesus ini sekaligus untuk melengkapi nubuatan Tuhan soal akan adanya Anak Manusia yang akan menghancurkan kepala si ular. Kalau kita melihat kematian Yesus di Bukit Golgota (Tengkorak), mungkin kita bisa melihat bahwa saat itulah Yesus sebagai keturunan Adam dan Hawa telah berhasil menggenapi Firman Tuhan soal meremukkan kepala iblis (ayat 15).

Argumen ini semakin nyata kalau kita mengacu pada Kitab Roma 5 : 15 yang dituliskan oleh Rasul Paulus kapada jemaat di Roma juga menjelaskan secara gamblang bahwa memang karena perbuatan Adam seluruh dunia telah dicemarkan oleh dosa, namun oleh pengorbanan Yesus di atas kayu salib itulah seluruh dosa manusia telah ditebus. Dan Yesus pun mengatakan bahwa semuanya sudah selesai.

Jadi berbahagialah kita karena begitu besar kasih karunia Tuhan yang telah diberikan kepada kita melalui pengorbanan Yesus. Haleluyah. Tuhan Yesus Memberkati!!

No comments: