Monday 4 April 2016

Badut-badut Rohani

Nats : Matius 23 : 1 – 4

Begitu membaca kitab Matius pasal 23 ayat pertama hingga keempat ini, saya langsung teringat pada ucapan seorang teman dekat saya tentang hamba Tuhan yang melayani di gerejanya. Dia katakan hamba Tuhan di gerejanya ini begitu cakap dalam mengungkap kitab-kitab dari Perjanjian Lama (PL) maupun Perjanjian Baru (PB).

Sang hamba Tuhan dikatakan mampu membeberkan pembahasan ayat demi ayat secara detil dan mendalam. Bahkan kotbah-kotbahnya begitu memberkati.  Namun sayangnya, menurut cerita sang teman, hamba Tuhan ini tak mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.


Hamba Tuhan ini kerap menegur para pekerja dan jemaatnya dari atas mimbar, dia juga kerap menimbulkan” kepahitan” di hati orang lain karena sikapnya yang terkadang acuh. Dia enggan dikritik dan bahkan terkesan mau menang sendiri.

Teman saya itu bertanya, apakah Tuhan atau Roh Kudus tidak menegur hamba Tuhan yang seperti ini? Mengapa Tuhan seakan juga acuh dengan pengajar-pengajar penebar kepahitan dari atas mimbar macam ini?

Saya tidak berani mengatakan bahwa pengajar-pengajar macam ini tak pernah ditegur oleh Roh Kudus atau Tuhan. Sebab Roh Kudus pasti selalu memberikan peringatan-peringatan kepada kita yang mau mendengarNya. Hanya saja Tuhan selalu memberikan kehendak bebas (freewill) kepada orang-orang yang ditegurNya. Tunduk atau tidak, itu semua tergantung pada orang itu sendiri.

Kita tak akan panjang lebar membahas soal hamba Tuhan tadi, karena toh kita juga tak bisa menghakiminya dari kaca mata kita. Yang justru menarik kita bahas adalah kisah dalam Matius 23 : 1- 4 ini. Karena dalam kitab ini, kita bisa belajar bagaimana Yesus untuk kesekian kalinya melontarkan kritikan pedasnya kepada ahli-ahli Taurat dan kaum Farisi.

Dalam ayat 2, Yesus mengatakan bahwa para ahli-ahli Taurat dan kaum Farisi telah menduduki “kursi Musa”. Kritikan Yesus ini menarik, karena yang dimaksudkan dengan “kursi Musa” tentu bicara soal kursi tempat mengajar atau kalau kita lihat konteks saat ini “kursi Musa” yang dimaksud tentu adalah mimbar-mimbar kotbah dalam gereja.

Kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat ini, diklaim Yesus hanya pandai berkata-kata atau mengajar, namun mereka tak bisa melakukan. Kaum Farisi hanya mampu memberikan beban yang berat kepada para jemaatnya. Mereka memberikan berbagai aturan demi untuk membuat jemaatnya harus taat pada perintahnya, pahadal mereka sendiri tak pernah melaksanakan aturan itu.

Sebagai contoh mereka mengajarkan agar orang mau meminta maaf, padahal dirinya sendiri nggak pernah mau minta maaf.  Para pengajar itu bicara soal jangan memendam amarah, padahal mereka sendiri adalah seorang pendendam dan sebagainya. Inilah ironi-ironi yang terjadi dalam dunia pelayanan, bahkan hingga saat ini.

Para pengajar ini tak ubahnya sebagai aktor dalam sebuah film. Dalam filmnya, seorang aktor akan terlihat begitu sempurna, tanpa cacat dan cela. Tapi setelah di luar film, kehidupan pribadi mereka berubah 180 derajat.

Atau para pengajar ini bisa juga diibaratkan sebagai seorang badut. Seorang badut bisa tampil demikian lucunya di atas sebuah panggung, tapi dalam kehidupan nyata, dia bisa merupakan seorang yang sangat serius. Bahkan tak pernah ada senyum diraut wajahnya. Karakternya sebagai badut terkadang adalah sebuah kepalsuan, dia beda antara tampil di pentas dan kehidupan nyatanya.

Peringatan terhadap para pengajar macam ini sebenarnya tak hanya melulu monopoli pengajaran Yesus. Lihat saja, Yesaya sudah sejak awal memperingatkan kita soal badut-badut atau aktor-aktor rohani macam ini.  Dalam Yesaya 10 : 1 dikatakan celakalah mereka yang menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak benar.  Atau Paulus dalam kitab Kisah Para Rasul 15 : 10 juga mengkritik pedas orang-orang Farisi yang mengajarkan hal-hal menyimpang macam itu dengan sebutan mencobai Allah. 

Lalu apa yang harus kita lakukan kepada para badut-badut atau aktor-aktor rohani macam ini?

Dalam Matius 23 ayat 3 ini, Yesus jelas-jelas menganjurkan kepada kita untuk menuruti saja semua hal baik yang diajarkan oleh para pengajar ini selama itu tidak menyimpang dari FirmanNya.  Tapi, Yesus juga mengajarkan kita jangan melakukan semua hal jelek yang mereka lakukan. Intinya, Yesus ingin mengajarkan kita untuk tetap fokus pada firmanNya dan bukan kepada hamba Tuhan yang dapat membuat kita kesal atau jengkel. Tuhan Yesus Memberkati! (TW)

No comments: