Friday 15 April 2016

Berlaku Benar dengan Cara yang Salah

Nats : 1 Samuel 13 : 13-14

Kalau kita mempelajari tentang kisah kejatuhan Raja Saul dalam kitab 1 Samuel ini, kita akan menemukan ada banyak hal yang menarik dalam kisah hidupnya. Kita semua tentu tahu bahwa Saul adalah orang pertama yang ditempatkan Tuhan sebagai raja bangsa Israel, tapi kita juga tahu bahwa Saul juga merupaka raja pertama yang ditolak oleh Tuhan.

Ketika Saul dipilih menjadi raja, dia bukan siapa-siapa. Dia bukan seorang yang berasal dari suku besar dalam bangsa Yahudi. Tapi Saul hanyalah seorang pemuda yang berasal dari kaum keluarga Matri. Siapa kaum Matri ini? Kaum Matri atau biasa dalam bahasa Ibrani disebut kaum “Matree” yang artinya kurang lebih hujan dari Tuhan.


Kaum ini adalah sebuah kaum terkecil dari suku paling kecil di Israel yakni suku Benyamin. Coba kita bayangkan Saul berasal dari kaum terkecil dari suku yang terkecil. Itu sebabnya, ketika dia dipilih menjadi orang pertama yang akan memimpin Israel dari sistem pemerintahan Teokrasi menjadi sistem pemerintahan Monarkhi, Saul jadi sangat minder. Alkitab katakan ketika dipilih, Saul sampai harus bersembunyi karena dia minder.

Bayangkan seorang dari suku terkecil, memimpin 11 suku Israel yang besar. Mungkin kalau gambaran kita sekarang, Saul itu ibarat manager tamatan SMA tapi memimpin anak buah yang rata-rata sarjana atau bahkan master dan doktor. Betapa mindernya dia.

Tapi itulah Tuhan kita, dia tidak pernah memandang harta dan rupa, cara Tuhan memilih orang berbeda dengan cara kita memilih orang. Tuhan bisa pakai orang yang kita anggap tidak layak memimpin kita. Dia tidak pilih orang yang hebat dari sebuah suku besar, tapi dia pilih orang dari suku yang tak pernah dipandang sebelah mata oleh suku-suku lain (Bandingkan dengan cara Tuhan memilih Daud dari antara anak-anak Isai).

Sayang, kepercayaan yang diberikan Tuhan kepada Saul tidak lama. Saul hanya diberikan kepercayaan selama 2 tahun untuk memerintah dengan tenang, setelah itu Saul malah ditolak Tuhan karena menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan kepadanya (Lihat ayat 7 -10), dia melanggar segala firman Tuhan.
Apa saja kesalahan Saul dalam hal ini?

Pertama, Saul melakukan kesalahan karena tidak mau bersabar menunggu waktunya Tuhan. Sehingga Saul begitu tergesa mengambil keputusan dan fatalnya lagi dia mengambil hak Samuel sebagai seorang imam untuk mempersembahkan korban bakaran bagi Tuhan. Padahal sejak zaman Musa, Tuhan sudah memilih “orang-orangNya” untuk duduk dalam jabatan imam, tapi itu dilanggar oleh Saul.

Ada banyak juga dari kita orang-orang Kristen saat ini sering tidak mau sabar menunggu waktunya Tuhan. Kita main putuskan sendiri semua tanpa pernah melibatkan Tuhan dalam setiap rencana kita. Terus kalau kita terpuruk, biasanya kita salahkan orang atau lebih parah kita salahkan Tuhan yang tidak mau membantu kita. Padahal keputusan semuanya kita yang buat.

Kesalahan yang kedua, Saul lebih takut pada rakyatnya dibandingkan kepada Tuhannya. Lihat saja bagaimana Saul menyatakan dia takut karena rakyat berserakan meninggalkan dia, sehingga dia mengambil inisiatifnya sendiri. Bahkan Saul menyalahkan Samuel yang dinilainya terlambat datang.

Persoalan yang sama juga kadang terjadi pada kita sebagai orang percaya. Kita lebih takut ditinggalkan teman atau pacar atau bos kita, dibandingkan kita takut ditinggalkan oleh Tuhan sebagai Juru Selamat kita. Itu sebabnya akhir-akhir ini banyak orang percaya yang mulai menggadaikan imannya demi harta, tahta dan wanita/pria.

Kesalahan ketiga, dalam melaksanakan pemerintahannya, Saul kerap mencuri kemulian Tuhan. Dia tidak lagi merasa seperti kala dia dipilih jadi raja yang rendah hati (bahkan cenderung minder), tapi Saul yang belakangan adalah Saul yang penuh dengan kesombongan. Dia menyombongkan diri karena melihat keberhasilannya menaklukkan bangsa Filistin.

Tanpa kita sadari, kita juga sering mencuri kemuliaan dari Tuhan. Kalau sebuah acara berhasil dengan sukses karena kita ada di dalamnya, kita lantas menepuk dada tanda kita adalah orang berhasil. Kita bahkan sering menganggap bahwa Tuhan seperti tak pernah punya andil dalam segala keberhasilan kita. Itu sebabnya kemudian kita sering jatuh dalam masalah.

Dan kesalahan terakhir merupakan kesalahan paling fatal yang dilakukan oleh Saul adalah dia lebih percaya kepada kekuatan magis persembahan daripada kepada Tuhan yang menjadi tempat dia untuk menyembah. Saul terus fokus pada persembahannya, dia tidak fokus kepada Tuhannya. Itulah sebabnya kemudian di akhir-akhir masa kepemimpinannya, Saul kemudian lari pada para penyihir dibandingkan kepada Tuhan sehingga secara tidak langsung dia menolak Tuhannya.

Akibatnya, Samuel dengan kuasa yang telah diberikan Tuhan “mencabut mandat” kepada Saul. Tuhan mencabut urapan yang pernah diberikan kepadanya. Padahal kalau Saul tetap focus pada Tuhan, Tuhan sendiri sudah menjanjikan tahta yang kokoh bagi Saul dan seluruh keturunannya.
Mungkin memang niatan Saul untuk mempersembahkan korban adalah benar, tapi dia melakukannya dengan cara yang salah. Dia melanggar segala aturan dan perintah yang ditetapkan oleh Tuhan.

Kita juga sering  melakukan kesalahan seperti ini. Mungkin niat kita baik, tapi terkadang cara penyampaian kita yang salah. Misalnya ada seorang teman atau anak buah kita melakukan kesalahan, pasti sebagai teman atau atasan sudah selayaknya kita memberi teguran. Namun kita kemudian menegur kawan atau staf kita di depan banyak orang sehingga membuat dia malu.

Memang niat kita bagus, tapi sekali lagi caranya salah. Menegur boleh saja tapi tidak di depan umum atau tidak sampai menimbulkan “kepahitan” dalam hati orang lain. Kalau pun tanpa sengaja kita melakukan itu, sebagai seorang pengikut Kristus kita harus segera menyadarinya dan meminta maaf pada orang itu.

Jadi mulai sekarang ada baiknya kita belajar dari setiap kesalahan yang dilakukan oleh Saul. Dan yang lebih penting, kita jangan melakukan kesalahan demi kesalahan yang sama. Intinya kita jangan sampai terperangkap seperti Saul. Tuhan Yesus Memberkati. (TW)

No comments: