Nats : Kejadian 22 : 5
Dalam dunia nyata saat ini, banyak orang yang terus berpikir
bagaimana dapat berinvestasi yang menguntungkan dan efektif. Hampir setiap hari
ada tawaran dunia mengenai sebuah investasi yang menguntungkan bagi kita.
“Dengan modal kecil Anda akan mendapatkan keuntungan puluhan
kali lipat, bahkan ratusan kali lipat” begitu biasa celoteh para marketer di
dunia investasi. Atau “dengan membeli rumah di sini, dalam jangka waktu
tertentu harganya bisa naik 100-300 %”. Semua investasi yang ditawarkan intinya
menjanjikan keuntungan luar biasa.
Ada juga yang mengatakan dengan jual barang A atau barang B
dalam jangka waktu singkat Anda akan bisa mendapat income sekian juta dengan
bonus-bonus menggiurkan di sebuah bisnis yang bernama multi level marketing
(MLM). Tapi nyatanya, yang sukses di bisnis ini mungkin jumlahnya juga tak
sefantastis promonya.
Seorang kawan cerita bahwa dirinya dapat mengembangkan uang
Rp 5 - 10 juta akan menghasilkan Rp 2-3 juta per bulan dari bermain saham dan
danareksa. Menurutnya, investasi di deposito kalah menggiurkan dari investasi
saham ini. Bahkan dia bercerita kalau sedang beruntung, dalam sebulan dia bisa
meraup keuntungan puluhan juta.
Hanya saja menurutnya dalam beberapa kesempatan saham-saham
yang dia beli jeblok dan modalnya berikut puluhan juta uang yang dia sisihkan
dari keuntungan “bermain saham” bablas. Sehingga segala usahanya harus dimulai
dari awal lagi.
Berdasarkan beberapa contoh di atas, kita lihat bagaimana
manusia terus berupaya untuk melakukan segala bentuk investasi. Mereka mencari
dan mencari teknik investasi untuk menjamin masa depannya. Berbagai buku
kiat-kiat investasi mereka buru, berbagai situs pembahas investasi mereka cari.
Tapi toh segala jurus investasi ini juga tak bisa menjanjikan
keuntungan permanen, karena semua investasi yang ditawarkan dunia ini tetap
beresiko, baik resiko kecil maupun resiko besar. Dalam dunia bisnis pasti kita
sering mendengar istilah “high risk, high profit”, makin tinggi resiko makin
besar keuntungan yang akan kita dapatkan.
Itu semua jelas adalah investasi yang ditawarkan oleh dunia.
Itu semua kesuksesan yang ditawarkan oleh dunia. Lalu bagaimana dengan
kesuksesan yang ditawarkan oleh Kerajaan Surga? Apakah investasi yang
ditawarkan oleh Tuhan itu sifatnya juga sama dengan investasi dunia? Dalam arti
apakah investasi surgawi itu beresiko seperti investasi duniawi?
Dalam Kejadian pasal 22 ini kita bisa melihat dengan jelas
apa yang kita sebutkan sebagai investasi dari surga itu. Dalam kamus investasi
Kerajaan Surga jelas tidak akan beresiko seperti investasi dunia ini. Kita banyak
melihat ada banyak orang yang “menabur di ladang Tuhan” toh mereka tidak
bangkrut, tapi justru semakin diberkati dan diberkati.
Mungkin di antara kita bilang, “saya tidak punya uang untuk
ditabur di ladang Tuhan”. Bicara soal investasi Kerajaan Surga, kita tentu tak
bicara soal uang. Karena sebesar apa pun uang yang Anda miliki, Tuhan tidak
perlukan itu. Karena Dia adalah sosok yang super-super kaya. Dia tidak butuh
uang, emas atau perak Anda. Yang Dia ingin Anda investasikan adalah hati Anda.
Kisah Abraham ini adalah salah satu bentuk investasi hati yang
Tuhan inginkan dari kita semua. Tuhan ingin kita “berinvestasi iman” seperti
yang Abraham lakukan. Dalam bisnis kita selalu menekankan kata “kepercayaan”,
begitu juga “berbisnis” dengan Tuhan. Faktor kepercayaan (iman) kita harus
penuh, nggak bisa setengah-setengah.
Sebagai Bapak Orang Percaya, Abraham mengajarkan kita
bagaimana dia menginvestasikan imannya kepada Tuhan secara penuh. Dalam kisah
Kejadian 22 ini digambarkan secara jelas bahwa Allah menguji iman Abraham
dengan cara meminta Abraham menyerahkan anak sulungnya Ishak di bukit Moria.
Coba bayangkan bagaimana diri kita kalau mengalami seperti
yang Abraham alami. Selama bertahun-tahun mendambakan seorang keturunan dan
baru diberi Tuhan beberapa tahun, tiba-tiba diminta lagi? Kita pasti kecewa,
kita pasti marah. Tapi Abraham tidak menunjukkan kekecewaan atau kemarahan itu.
Abraham hanya percaya dan taat kepada perintah Allah.
Salah satu bukti kepercayaan Abraham bisa kita lihat dalam
Kejadian 22 : 5 ini. Di sana dikatakan, kata Abraham kepada kedua bujangnya
itu, “Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini, aku berserta anak ini akan
pergi ke sana; kami akan bersembahyang, sesudah itu kami akan kembali
kepadamu.”
Kalimat “sesudah itu
kami akan kembali kepadamu” adalah bukti bahwa Abraham sungguh-sungguh
beriman kepada Allah. Coba kita bahas di poin terakhir ayat ini, kita tahu
bahwa perintah Tuhan kepada Abraham adalah mempersembahkan Ishak di Bukit
Moria. Itu artinya Ishak akan disembelih. Ishak akan mati untuk menjadi korban
bakaran. Jadi mana mungkin Ishak akan kembali dengannya setelah selesai
bersembahyang. Tapi justru Abraham menginvestasikan imannya bahwa dia yakin
Ishak akan kembali bersamanya.
Bukan hanya di ayat 5 ini saja, Abraham menginvestasikan
imannya kepada Tuhan. Pada ayat 8 digambarkan bahwa ketika Ishak bertanya
mengapa mereka tidak membawa kambing atau domba sebagai korban bakaran, Abraham
dengan iman menyatakan bahwa Allah yang dia sembah pasti akan menyediakan
korban bakaran itu.
Dalam dua ayat tadi, tentu Abraham bicara tak asal bicara.
Karena dia pasti sedang menginvestasikan imannya itu pada Tuhan Allahnya.
Abraham tidak sedang bertindak seperti manusia pada umumnya yang cenderung
bersikap “untung-untungan”. Abraham hanya menyerahkan hatinya full untuk
bergantung pada Tuhan.
Bukankah apa yang dilakukan Abraham ini juga diajarkan oleh
Yesus kepada murid-muridNya, termasuk kita. Tuhan Yesus katakan dalam Matius 6
: 33 bahwa kita harus mencari Kerajaan Allah dan kebenaranNya terlebih dahulu
maka semuanya akan ditambahkan. Tapi kebanyakan dari kita berpikir bagaimana
cara mendapatkan “semuanya akan ditambahkan”, padahal bagian kita adalah
carilah dahulu Kerajaan Allah. Soal ditambahkan atau tidak, itu urusanNya
Tuhan, itu kewenanganNya Tuhan.
Kita lihat atas investasi iman yang ditanamkan Abraham, Tuhan kemudian menganugerahkan
berkat bagi Abraham. Bahkan tak cuma berkat bagi Abraham saja, tapi berkat bagi
bangsa-bangsa pun disalurkan melalui Abraham.
Marilah mulai sekarang kita belajar untuk tidak
hitung-hitungan dengan Tuhan. Kita belajar investasikan iman kita bahwa Allah
kita adalah Allah yang menyiapkan segalanya. Tuhan Yesus Memberkati. (TW)
No comments:
Post a Comment