Nats : 2
Raja-raja 5:1-3
Kisah
perwira Naaman dari Negeri Siria (Suriah) adalah sebuah kisah yang amat menarik
untuk disimak. Sebab dalam kisah ini, kita akan belajar bahwa Tuhan tak pernah
memandang derajat seseorang ketika Dia ingin memakai orang itu untuk
menunjukkan kebesaran diriNya.
Pada kisah
ini digambarkan jelas sebagai seorang perwira kesayangan Raja Aram, Naaman
punya kekuasaan yang luar biasa. Sebagai perwira, dia tentu punya pasukan yang
cukup banyak. Sebagai perwira, tentu kekayaannya juga sangat banyak. Sehingga
apapun perintah yang dkatakan Naaman, prajuritnya pasti akan mematuhi.
Jika Naaman
tidak suka pada seseorang dan kemudian dia berkata pada para prajuritnya,
“Tangkap orang itu!” Maka tanpa diperintah dua kali, para prajuritnya akan
segera menangkap orang yang ditunjuk. Bahkan kalau saat itu Naaman berkata,
“Penggal kepala orang itu!” Maka para prajuritnya juga pasti akan memenggal
kepala orang yang dimaksud. Hingga tak heran kalau kemudian nama Naaman begitu
termasyur, tak hanya bagi penduduk satu kota, tapi mungkin juga di seluruh
Negeri Siria.
Namun
sebagai manusia, Naaman punya kelemahan. Naaman yang gagah dan punya kharisma
kuat di hadapan para bawahannya, ternyata tak kuasa menghadapi sebuah penyakit.
Apalagi penyakit ini adalah penyakit paling mengerikan di masa itu. Ya, Naaman
terkena penyakit kusta. Sebuah penyakit yang dianggap paling nista. Bayangkan
seseorang yang begitu punya power,
ternyata tubuhnya digrogoti dengan penyakit hina.
Meski dia
punya banyak uang, tak seorang tabib pun mampu menyembuhkan dia. Ternyata uang “tak
berdaya” mengangkat derajat Naaman dari penyakit memalukan itu. Akibatnya,
Naaman tentu kehilangan kepercayaan diri, Naaman jadi nggak pede. Ini dialami Naaman berbulan-bulan,
atau mungkin juga bertahun-tahun. Mungkin juga dia sudah putus asa.
Aib ini mungkin
tak banyak yang tahu, selain orang-orang terdekatnya, termasuk isteri dan budak
perempuannya. Tapi kita lihat ada rencana Tuhan di balik penderitaan Naaman.
Tuhan justru mau bekerja lewat iman seorang yang tak pernah diperhitungkan.
Lewat seorang budak keturunan Israel yang dalam masa pembuangan. Bukan lewat iman
orang yang sepadan dengan dirinya atau bahkan iman orang yang derajatnya berada
di atas Naaman.
Sebagai
gambaran, kehidupan seorang budak di kawasan Timur Tengah seperti Syria dan
sebagainya jelaslah tidak mendapat porsi yang bagus. Seorang budak tidaklah
berharga di mata sang majikan, sehingga sang majikan bisa melakukan apa saja
terhadap sang budak. Seorang majikan bisa membunuh, menyiksa, memperkosa atau bisa
menjualnya kepada orang lain.
Betapa tak
pentingnya posisi si budak perempuan Naaman ini juga diperlihatkan jelas dalam
Alkitab. Karena Alkitab sendiri tak mencatat nama si budak perempuan.
Silsilahnya pun tak digambarkan secara
jelas. Si gadis ini hanya disebutkan sebagai budak buangan dari Israel. Hanya
itu.
Tapi lihat
Alkitab mencatat bahwa iman budak ini begitu luar biasa. Dia berani berkata
tentang sesuatu yang tak biasa. Si budak perempuan berani menyarankan Naaman datang
kepada Elisa, nabi dari Samaria. Dia katakan bahwa Elisa pastilah dapat
menyembuhkan penyakit Naaman yang memalukan itu (lihat ayat 3).
Ini dapat
kita lihat sebagai langkah iman yang luar biasa. Sebab Alkitab tak sekalipun
mencatat bahwa Elisa mampu menyembuhkan penyakit kusta pada ayat-ayat
sebelumnya. Bahkan Yesus sendiri dalam Lukas 4 : 27 menyatakan hal itu. Yesus
berkata, “Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel dan tidak ada
seorang pun dari mereka yang ditahirkan, selain daripada Naaman, orang siria
itu.”
Luar biasa
bukan? Seorang anak kecil mampu mempertaruhkan nyawanya demi sesuatu yang belum
pasti. Apakah dia sudah pernah dengar bahwa Elisa mampu menyembuhkan orang
kusta? Karena Yesus sendiri bilang tak pernah ada orang kusta yang ditahirkan
dari penyakitnya pada zaman Elisa. Kita harus akui ini sebagai sebuah “langkah
iman” yang berani. Sebuah “keputusan iman” yang jempolan.
Bisa kita
bayangkan apa yang terjadi jika ternyata Elisa tak mampu menyembuhkan penyakit
Naaman. Sudah pasti kepala dari si budak perempuan akan jadi taruhannya.
Nyawanya pasti terenggut secara sia-sia. Tapi ingat Tuhan memperhitungkan
keberanian rohani si budak perempuan. Dia tak pernah merendahkan orang-orang
yang menaruh harapan kepadaNya.
Masalah
sekarang kita sebagai orang-orang yang mengaku sebagai pengikut Kristus, apakah
bisa mempertaruhkan iman kita seperti budak perempuan Naaman ini? Karena jujur,
kita sering tak pernah bergantung pada Tuhan 100 persen. Iya kita memang datang
kepada Tuhan kalau sedang menghadapi pergumulan, tapi kita juga tak jarang mengandalkan kekuatan kita sendiri untuk
menyelesaikan pergumulan itu. Ada dualisme di sana. Bergantung pada Tuhan 50
persen dan bergantung pada kekuatan diri 50 persennya.
Dalam
menggantungkan diri pada Tuhan kita tak bisa setengah hati. Kita harus full heart, dengan sepenuh hati. Kalau
tidak, kita tak akan pernah merasakan mukjizat seperti yang diterima budak
perempuan Naaman. Tuhan Yesus Memberkati. (TW)
No comments:
Post a Comment