Monday, 8 August 2016

Belajar Keimanan dari Seorang Budak



Nats : 2 Raja-raja 5:1-3

Kisah perwira Naaman dari Negeri Siria (Suriah) adalah sebuah kisah yang amat menarik untuk disimak. Sebab dalam kisah ini, kita akan belajar bahwa Tuhan tak pernah memandang derajat seseorang ketika Dia ingin memakai orang itu untuk menunjukkan kebesaran diriNya.


Pada kisah ini digambarkan jelas sebagai seorang perwira kesayangan Raja Aram, Naaman punya kekuasaan yang luar biasa. Sebagai perwira, dia tentu punya pasukan yang cukup banyak. Sebagai perwira, tentu kekayaannya juga sangat banyak. Sehingga apapun perintah yang dkatakan Naaman, prajuritnya pasti akan mematuhi.

Jika Naaman tidak suka pada seseorang dan kemudian dia berkata pada para prajuritnya, “Tangkap orang itu!” Maka tanpa diperintah dua kali, para prajuritnya akan segera menangkap orang yang ditunjuk. Bahkan kalau saat itu Naaman berkata, “Penggal kepala orang itu!” Maka para prajuritnya juga pasti akan memenggal kepala orang yang dimaksud. Hingga tak heran kalau kemudian nama Naaman begitu termasyur, tak hanya bagi penduduk satu kota, tapi mungkin juga di seluruh Negeri Siria.

Namun sebagai manusia, Naaman punya kelemahan. Naaman yang gagah dan punya kharisma kuat di hadapan para bawahannya, ternyata tak kuasa menghadapi sebuah penyakit. Apalagi penyakit ini adalah penyakit paling mengerikan di masa itu. Ya, Naaman terkena penyakit kusta. Sebuah penyakit yang dianggap paling nista. Bayangkan seseorang yang begitu punya power, ternyata tubuhnya digrogoti dengan penyakit hina.

Meski dia punya banyak uang, tak seorang tabib pun mampu menyembuhkan dia. Ternyata uang “tak berdaya” mengangkat derajat Naaman dari penyakit memalukan itu. Akibatnya, Naaman tentu kehilangan kepercayaan diri, Naaman jadi nggak pede. Ini dialami Naaman berbulan-bulan, atau mungkin juga bertahun-tahun. Mungkin juga dia sudah putus asa.

Aib ini mungkin tak banyak yang tahu, selain orang-orang terdekatnya, termasuk isteri dan budak perempuannya. Tapi kita lihat ada rencana Tuhan di balik penderitaan Naaman. Tuhan justru mau bekerja lewat iman seorang yang tak pernah diperhitungkan. Lewat seorang budak keturunan Israel yang dalam masa pembuangan. Bukan lewat iman orang yang sepadan dengan dirinya atau bahkan iman orang yang derajatnya berada di atas Naaman.

Sebagai gambaran, kehidupan seorang budak di kawasan Timur Tengah seperti Syria dan sebagainya jelaslah tidak mendapat porsi yang bagus. Seorang budak tidaklah berharga di mata sang majikan, sehingga sang majikan bisa melakukan apa saja terhadap sang budak. Seorang majikan bisa membunuh, menyiksa, memperkosa atau bisa menjualnya kepada orang lain.

Betapa tak pentingnya posisi si budak perempuan Naaman ini juga diperlihatkan jelas dalam Alkitab. Karena Alkitab sendiri tak mencatat nama si budak perempuan. Silsilahnya pun tak  digambarkan secara jelas. Si gadis ini hanya disebutkan sebagai budak buangan dari Israel. Hanya itu.

Tapi lihat Alkitab mencatat bahwa iman budak ini begitu luar biasa. Dia berani berkata tentang sesuatu yang tak biasa. Si budak perempuan berani menyarankan Naaman datang kepada Elisa, nabi dari Samaria. Dia katakan bahwa Elisa pastilah dapat menyembuhkan penyakit Naaman yang memalukan itu (lihat ayat 3).

Ini dapat kita lihat sebagai langkah iman yang luar biasa. Sebab Alkitab tak sekalipun mencatat bahwa Elisa mampu menyembuhkan penyakit kusta pada ayat-ayat sebelumnya. Bahkan Yesus sendiri dalam Lukas 4 : 27 menyatakan hal itu. Yesus berkata, “Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel dan tidak ada seorang pun dari mereka yang ditahirkan, selain daripada Naaman, orang siria itu.”

Luar biasa bukan? Seorang anak kecil mampu mempertaruhkan nyawanya demi sesuatu yang belum pasti. Apakah dia sudah pernah dengar bahwa Elisa mampu menyembuhkan orang kusta? Karena Yesus sendiri bilang tak pernah ada orang kusta yang ditahirkan dari penyakitnya pada zaman Elisa. Kita harus akui ini sebagai sebuah “langkah iman” yang berani. Sebuah “keputusan iman” yang jempolan.

Bisa kita bayangkan apa yang terjadi jika ternyata Elisa tak mampu menyembuhkan penyakit Naaman. Sudah pasti kepala dari si budak perempuan akan jadi taruhannya. Nyawanya pasti terenggut secara sia-sia. Tapi ingat Tuhan memperhitungkan keberanian rohani si budak perempuan. Dia tak pernah merendahkan orang-orang yang menaruh harapan kepadaNya.

Masalah sekarang kita sebagai orang-orang yang mengaku sebagai pengikut Kristus, apakah bisa mempertaruhkan iman kita seperti budak perempuan Naaman ini? Karena jujur, kita sering tak pernah bergantung pada Tuhan 100 persen. Iya kita memang datang kepada Tuhan kalau sedang menghadapi pergumulan, tapi kita juga tak jarang  mengandalkan kekuatan kita sendiri untuk menyelesaikan pergumulan itu. Ada dualisme di sana. Bergantung pada Tuhan 50 persen dan bergantung pada kekuatan diri 50 persennya.

Dalam menggantungkan diri pada Tuhan kita tak bisa setengah hati. Kita harus full heart, dengan sepenuh hati. Kalau tidak, kita tak akan pernah merasakan mukjizat seperti yang diterima budak perempuan Naaman. Tuhan Yesus Memberkati. (TW)

No comments: