Nats : Kejadian 6
: 8
Ketika
sekolah minggu dulu, saya sering mendengar tentang kisah Nuh yang
luar biasa. Dia diakui oleh banyak orang sebagai orang yang sangat
patuh kepada Tuhan, sehingga meskipun dia mendapat cercaan sebagai
“orang gila” karena mematuhi Tuhan dalam membangun sebuah bahtera
di atas gunung dia tetap lakukan. Karena itulah kemudian Nuh
diselamatkan Tuhan dari air bah yang dasyat, begitu biasa guru
sekolah minggu saya ketika bercerita soal Nuh.
Tapi
ketika saya beranjak dewasa, saya mulai mendapatkan “sesuatu yang
berbeda” dari yang saya dapatkan ketika duduk di bangku sekolah
minggu. Karena ketika kita renungkan apakah benar Nuh selamat akibat
ketaatannya kepada Tuhan? Kalau kita baca pada Kejadian 6 : 8 ini,
ternyata Nuh selamat bukan karena perbuatannya, melainkan karena
kasih karunia Tuhan. Dia dapat “kasih karunia” dulu, baru dia
dikatakan taat dan mematuhi semua perintah Tuhan pada ayat-ayat
sesudahnya.
Sebelum
lebih jauh membicarakan apakah benar kasih karunialah yang
menyelamatkan Nuh dan bukan ketaatannya, ada baiknya kita satukan
dulu persepsi kita soal apa arti “kasih karunia” atau grace
dalam bahasa Inggris. Bagi saya yang namanya kasih karunia adalah
segala sesuatu yang tidak layak kita dapatkan tapi kita bisa
menerimanya. Contohnya yang paling ekstrim adalah keselamatan yang
datang dari Yesus Kristus.
Semua
orang pastilah tahu bahwa kali pertama manusia jatuh dalam dosa ada
dalam kitab Kejadian 3 (lihat tulisan saya tentang Belajar dari
Kejatuhan Adam). Dalam kitab ini jelas-jelas manusia Adam dan
Hawa yang sudah melakukan kesalahan besar, masih saja tak mau
disalahkan. Mereka berdua saling lempar kesalahan baik kepada Hawa
maupun kepada ular. Bahkan lebih parah lagi, yang namanya Adam malah
menyalahkan Tuhan yang telah menciptakan Hawa baginya. Di sini kita
lihat bagaimana kurang ajarnya manusia kepada penciptanya.
Tapi
lihat, betapa kurang ajarnya manusia kepada diriNya, Tuhan masih saja
menunjukkan kasih karuniaNya kepada manusia. Tuhan sendiri yang
berinisiatif menyelamatkan manusia. Coba kita lihat dalam Kejadian 3
: 15, Dia malah menjanjikan kehadiran Anak Manusia yang akan
“memberikan pertolongan” kepada umat manusia. Dia menjanjikan
juruselamat yakni Yesus Kristus di atas kayu salib. Itu janjiNya
dalam jangka panjang.
Lalu
bagaimana dengan janji dalam jangka pendek? Tuhan juga yang
berinisiatif menutupi ketelanjangan manusia dengan cara membuatkan
pakaian dari kulit binatang. Ingat bukan manusia yang punya inisiatif
menutupi malunya, tapi Tuhan yang punya inisiatif.
Kembali
ke soal Nuh tadi, menurut saya, selayak-layaknya Nuh sebagai seorang
manusia, dia pasti tidak layak di hadapan Tuhan. Kejadian 6 : 5 yang
berbunyi “Ketika dilihat Tuhan, bahwa kejahatan manusia besar di
bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan
kejahatan semata-mata” seperti ingin menunjukkan kepada kita bahwa
sebaik apapun seorang manusia, apa yang dilakukannya semata-mata
hanyalah “membuahkan kejahatan”. Itu artinya apa? Artinya sehebat
apapun kita, kita tidak akan pernah layak di hadapan Tuhan.
Lalu
bagaimana kita bisa layak di hadapan Tuhan? Satu-satunya cara ya
dengan mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat umat
manusia. Dialah kasih karunia gratis yang diberikan untuk
penyelamatan manusia. Sebab Dia sendiri yang berkata “Akulah jalan
kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun dating kepada Bapa, kalau
tidak melalui Aku” (Baca Yohanes 14 : 6). Jadi tanpa Yesus tak ada
jalan keselamatan bagi manusia.
Mengapa
saya katakan Yesus Kristus adalah “kasih karunia” itu? Seperti
yang diuraikan di atas, kasih karunia adalah segala sesuatu yang
tidak layak kita terima tapi kita dapatkan. Keselamatan yang
dijanjikan lewat Yesus adalah kasih karunia itu sendiri.
Tapi
anehnya, ada banyak orang mengenal Yesus Kristus sebagai nabi yang
penuh mukjizat, sebagai nabi yang bisa menyembuhkan orang sakit,
sebagai nabi yang bisa membangkitkan orang mati, bahkan mereka tahu
bahwa Yesus Kristus atau Isa Al Masih atau Joshua Hamaziah adalah
pengadil terakhir dunia ini, tapi toh mereka tidak percaya padaNya.
Itu
artinya apa? Kasih karunia diberikan kepada semua orang, tapi tidak
semua orang bisa menerima kasih karunia. Karena apa, karena kita
kerap mengeraskan hati kita. Kita selalu mengacu pada pola pikir kita
yang sangat terbatas. Tapi satu hal yang mungkin bisa mengubah pola
pikir kita tentang Yesus, dengan bertanya siapa yang berhak mengadili
manusia, selain Tuhan sendiri? Kalau demikian, masihkah kita
menyia-nyiakan kasih karunia yang gratis itu. Tuhan Yesus Memberkati.
(TW)
No comments:
Post a Comment