Nats : Yohanes 12 : 46
Dalam kitab Yohanes pasal 12, terutama ayat 44-50, sebenarnya kita bisa mempelajari bahwa sekali lagi Yesus ingin menegaskan soal “misi penyelamatan Tuhan” kepada umat manusia (bangsa Israel, para murid dan kita sebagai orang percaya). Karena Yesus datang bukan untuk menghukum dunia, tapi untuk menyelamatkan dunia.
Tapi tak cuma menyelamatkan dunia, dalam Yohanes pasal 12: 46 yang jadi bahan bacaan kita ini, Yesus benar-benar ingin menunjukkan bahwa diriNya adalah Tuhan secara eksplisit dalam misi menyelamatkan seluruh umat manusia.
Mengapa saya berani katakan Yesus ingin menunjukkan “sifat-sifat ketuhananNya” secara eksplisit, karena Dia sengaja membeberkan rahasia itu dalam sebuah perumpamaan bahwa diriNya adalah “terang” dan bukan “kegelapan”.
Jadi menarik kalau kita cermati mengapa Yesus menyatakan diriNya adalah “terang”. Mengapa lewat pernyataanNya sebagai “terang”, kita bisa menyimpulkan bahwa Yesus adalah Tuhan, Yesus adalah Ellohim atau Yesus adalah YHWH yang selama ini dipuja dan disembah oleh bangsa Israel?
Sebelum kita bicara soal ketuhanan Yesus lewat ungkapan diriNya adalah “terang” itu, maka ada baiknya kita melihat apa yang dimaksud dengan “terang” itu sendiri. Kata “terang” diambil dari kata Ibrani “owr” yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi terang.
Dalam konteks zaman Yesus berinkarnasi ke dunia, kata “terang” sendiri sangat identik dengan hal-hal yang bersifat misterius, mistis atau supranatural. Contohnya, orang Yunani atau Romawi selalu menggambarkan dewa-dewi yang mereka sembah sebagai sosok “terang”, yang juga berarti sosok yang mulia dan patut disembah.
Lalu bagaimana dengan kita sebagai umat percaya memandang perumpamaan Yesus yang menggambarkan diriNya sebagai “terang”? Apakah karena adanya mitos-mitos Romawi dan Yunani seperti itu, kita kemudian juga bisa mengambil kesimpulan yang sama?
Kalau itu yang dijadikan patokan, mungkin kita harus segera menolak “ketuhanan Yesus” lewat mitos-mitos tadi. Sebab pemahaman ketuhanan Yesus bagi kita tentu harus ada dasar secara Alkitabiah. Itulah makanya dari awal tulisan ini, saya mengatakan bahwa ketuhanan Yesus melalui perumpamaan “terang” ini bersifat eksplisit. Artinya kita perlu menggali lebih dalam lagi dari bahan-bahan yang ada di Alkitab.
Mari kita mulai dengan pandangan Perjanjian Lama soal “terang” ini. Kata “terang” dalam Alkitab tentu memiliki posisi yang sangat penting, itu sebabnya Alkitab menempatkan kata “terang” di kitab pertama, tepatnya di Kejadian 1 : 3 – 5. Dalam kitab ini dijelaskan bagaimana Allah menciptakan “terang” di hari pertama. Mengapa di hari pertama? Karena Tuhan menganggap “terang” itu baik. Ingat hanya “terang” yang disebut Allah baik, sebaliknya “gelap atau kegelapan” dianggap Tuhan kurang baik.
Pentingnya “terang” ini tak hanya di kala Allah menciptakan dunia ini, tapi juga ketika Dia membebaskan bangsa Israel dari penjajahan Mesir, tepatnya bangsa Israel dibawa dari Mesir ke Tanah Perjanjian. Ketika siang hari dimana terang itu ada, bangsa pilihan Allah ini pastilah tak akan merasakan takut atau cemas tersesat karena mereka bisa melihat arah.
Tapi bagaimana kalau malam? Kecemasan dan ketakutan pasti ada, itu sebabnya di malam hari, Allah harus “repot-repot” menyiapkan “terang” yang berasal dari Tiang Api (Baca Keluaran 13 : 21). Itu semua dilakukan Allah karena Dia tak ingin domba-dombaNya tersesat.
Itu di Perjanjian Lama, bagaimana dengan Perjanjian Baru? Di Perjanjian Baru pun Allah menganggap “terang” itu penting. Maka kemudian Allah sengaja turun ke dunia dalam wujud Yesus untuk menjadi “terang” yang sesungguhnya. Karena Yesus bukan hanya menjadi “terang” untuk melepaskan manusia dari kegelapan, tapi Dia juga menunjukkan jalan yang benar agar manusia beroleh kehidupan kekal.
Kita semua tak bisa memungkiri bahwa yang punya otoritas untuk memberikan kehidupan kekal hanyalah Tuhan Pencipta Alam Semesta, jadi kalau Yesus menyatakan diriNya adalah terang sekaligus pemberi kehidupan seperti yang tertuang dalam Yohanes 8 : 12, I Korintus 4 : 5 dan tentu saja bahan bacaan kita Yohanes 12 : 46, maka tak bisa dipungkiri bahwa Yesus sendiri adalah Tuhan. Apalagi I Yohanes 1 : 5 dengan jelas menyebutkan bahwa Allah itu adalah “terang” dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan.
Lihat, dengan Yesus mengatakan diriNya adalah “terang”, Yesus menunjukkan bahwa Dia tak pernah bermaksud membohongi orang yang memusuhiNya, apalagi murid-muridNya. Dia mengutarakan semua rahasia Allah dengan benar tanpa bermaksud menyembunyikan, maka ketika Yesus mengajar Dia menekankan unsure terang itu.
Seperti yang dapat kita lihat di kitab Matius 5:37 yang berbunyi, “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.”
Maka kalau kemudian ada yang mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan yang harus disembah manusia, dan Yesus memang bukan Tuhan, Dia tentu akan menjadi orang nomor satu yang membantah ketuhananNya. Namun sebagai “terang”, Dia tidak membantah ketika ada yang bilang diriNya sebagai Tuhan. Bahkan Yesus mungkin akan marah besar kalau ada orang yang sampai menyembahNya, karena dalam Taurat jelas diungkapkan bahwa menduakan Tuhan adalah sebuah dosa yang amat serius.
Masih belum yakin bahwa Tuhan itu selalu digambarkan sebagai “terang”, coba kita lihat Mazmur yang dituliskan oleh Daud dan kitab Yesaya. Dalam Mazmur 27 : 1, Daud menyatakan “Tuhan adalah terangku dan keselamatanku!”, sementara Yesaya 60 : 19 mengatakan : “Tuhan akan menjadi terang abadi bagimu.”
Jadi berdasarkan analisis itu jelas bahwa Yesus memang benar adalah “terang” dalam artian Tuhan yang menjadi manusia. Karena sebagai terang, Yesus jelas bukan orang munafik yang akan mengakui segala hak yang bukan menjadi hakNya. Tuhan Yesus Memberkati. (TW)
No comments:
Post a Comment